Benny Arnas dan Sedikit Bulan Celurit Api

Coba kamu temenan sama benny ARNAS, itu penulis muda dari sumsel, karyanya sekarang muncul terus di koran2 nasional, dia ngangkat estetika sumsel n sekitarnya, coba deh cari dia di fb atau sriti.com, mungkin kamu akan terinspirasi untuk mengangkat cerita2 fiksi berlatar Dolok Marangir…

Kalau saja mas Ganda Pekasih yang cerpenis terkenal itu tidak menulis komen diatas untuk resensi Boulevard de Chlichy  Remy Sylado di facebook maka sungguh saya yang tidak akan kenal Benny Arnas.

Saya bukan orang yang intens mengamati dunia sastra hanya sering tidak enak hati kalau harus ketinggalan berita.Saya klik sriti.com bertemu banyak sekali cerpen Benny Arnas. Memilih dan membaca satu-satu. Ah, pandai sekali orang ini  bercerita tentang hal sederhana disekitarnya sampai-sampai gadis ber-mio pink yang raun sore-sore (lupa judul cerpennya) pun tertangkap olehnya. Terkesan, saya simpan link sriti.com di multiply saya.

Tetapi saya tak mencari akun facebooknya. Takut di ignore, karena di wall saya tidak ada sesuatu yang rasanya sangat bersesuaian untuk bisa berteman dengannya. Sudah begitu saja.
Lalu, berbulan berikutnya dalam penjelajahan dunia facebook saya terbawa ke akun Universitas Andalas, almamater saya. Berusaha menemukan teman-teman, lalu  eh..ada nama Benny Arnas, lhoh? Saya klik saja setengah sadar, dan …bengong setelah dikonfirmasi.  Benny Arnas itu mahasiswa fakultas pertanian  program studi pemuliaan tanaman. Halllahh, ini bagimana ceritanya. Adik kelas saya dongg!! .

Adduhh…merasa bersalah, dan katro. Ragu dengan keaktivisan saya dulu. Kok bisa sih saya gak kenal dengan Benny. Penasaran, saya buka foto-fotonya…tetap saja. Rasanya belum pernah liat. Saya coba menemukan ekspresi yang mungkin  bisa ditangkap memori saya, addduhhh…eh,ada!!

Dalam pose menyamping, senyum dan hidungnya yang runcing, tapi masak sih ini dia, masak jadi seganteng dan segaul ini. Dulu kan kurus, pake baju koko terus…iya sih dia enerjik.. tapi ah masak sih sehebat ini. Penasaran, saya tanya ke Fitri Sari sahabat di FORSTUDI dulu. Benar, maka ini adalah Benny yang terakhir saya lihat di Indosiar, dalam asuhan Dwiki Dharmawan, berlomba nasyid dengan teman-temannya, ramadhan entah tahun berapa.  Ahhh….dia memang sudah hebat dari dulu, saya saja yang tidak tahu.

Setelah berkirim pesan-pesan nostalgia dia mengiba, (saya bayangkan dengan gaya minta tanda tangan ala OPSPEK 2001), minta saya beli Bulan Celurit Api.  Saya bilang boleh di resensi gak, menantang dengan gaya pengamat sastra handal (padahal cuma pernah menulis resensi satu kali, itu pun di note fesbuk) . Harus..!! katanya. Walah bingunglah saya, bagaimana tidak ternyata ketika bukunya sampai saya harus sadar diri telah didahului Hamsad Rangkuti (Maestro cerpen), Avianti Armand (cerpenis terbaik kompas), Hanna Fransisca (penyair, pernah dengar namanya), juga Putu Wijaya (sastrawan). Apalagi?

Maka saya haya ingin bilang bahwa tidak menyangka dia yang kurus (dengan mata berbinar) itu bisa menulis cerpen-cerpen berani, penuh emosi dan tega seperti Malam Rajam, Hari Matinya Ketib Isa atau Perkawinan Tanpa Kelamin. Terkagum dengan kemampuannya menceritakan lagi dan mengajarkan hikmah legenda kampungnya dalam Bujang Kurap dan Kembang Tanjung Kelopak Tujuh. Satu cerpen seperti Anak Ibu sudah memberi berbelas pengetahuan dan nilai moral yang disetujui tanpa sengaja oleh batin saya, dan ada 13 cerpen dalam Bulan Celurit Api. Lalu ada cerpen yang judulnya panjang seperti judul skripsi, Tentang Perempuan Tua dari Kampung Bukit Batu yang Mengambil Uang Getah Para dengan Mengendarai Kereta Unta Sejauh Puluhan Kilometer ke Pasar Kecamatan. Kreatif, kreatif…selalu berbeda…yang selalu sama adalah suguhan bahasa melayu dan kenikmatan berimaji atas penggambaran entah sosok, alam atau peristiwa yang diceritakannya.


Dolok Merangir, 24 Desember 2010

Tidak ada komentar :

Posting Komentar