Semalam di Pulau Weh


Setelah terkantuk-kantuk 2 jam di loket bus Kurnia Pondok Kelapa  Medan, akhirnya teman-teman itu datang. Mereka dari kota padang Panjang Sumatera Barat, menikmati pegalnya perjalanan bus antar propinsi selama 27 jam (karena busnya mogok), ke sumatera utara bertemu saya. 

Kami bertiga  akan melanjutkan perjalanan ke Aceh Darussalam dengan tujuan utama Pulau Weh. Cuti dari pekerjaan masing-masing untuk mengobati penasaran akan keindahan pulau paling barat republik Indonesia ini.

Diantara kami sebenarnya saya yang paling kenal Aceh karena melewati masa kecil di ibukotanya, tapi pulau Weh hanya saya ketahui sampai pelabuhan ulheue-lheue, tempat menyeberang ke sana. Maka ketika Dian dan Ria yang pegawai Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofiska itu bilang bahwa mereka punya teman di sana, saya yang petualang sejati ini  langsung manut saja.Ikut rencana mereka.

Kami sampai di simpang lambaro Banda Aceh pukul setengah delapan kurang, meninggalkan dua gadis blonde cantik dari Switzerland yang katanya ke Weh Island untuk diving, mereka mengejar kapal cepat pukul 10 pagi itu. Sementara kami ingin istirahat dulu di rumah Sitoh, teman yang akan jadi pemandu selama di sana.

Kami disambut hangat. Sarapan lontong, mandi, dan ngobrol rencana  selanjutnya. Sebenarnya hari itu Sitoh secara kebetulan ada tugas  untuk memasang alat di kota sabang, tapi ia memilih libur biar bisa benar-benar berwisata, ia juga belum pernah ke sabang. Pukul 11  siang, dalam teriknya panas kami melaju dengan motor pinjaman menuju Ulheue-lheue.

Kami datang lebih cepat karena tidak ingin kehabisan tiket. Jadwal kapal pukul setengah dua. Makan siang dan sholat zuhur dulu diantara sepoi angin laut ulheue-lheue. Akhirnya kapal KMP BRR  berangkat juga.

13107203681874127799
KMP BRR masih berlabuh- We bridge the nation

Kami membayar tiket 17.500/orang, ditambah motor dan asuransi masing-masing 21.000 rupiah. Ternyata memang ramai sekali, penuh hingga lantai paling atas. Ini adalah minggu terakhir liburan sekolah. Kami berdesakan di depan kamar kemudi. Kru kapal hilir mudik di depan mata. Saya lalu menyapa salah satunya, bilang boleh tidak melihat-lihat ke dalam. Katanya minta izin kapten dulu, kami pasrah saja, tidak memaksa.

Tapi tidak lama beberapa orang menyilakan masuk!. Cihuyy… jadilah kami penumpang paling bahagia. Empat gadis ceria  Berfoto-foto sesukanya. Benar-benar petugas yang ramah. Mungkin karena cuaca begitu cerah dan teman-teman saya yang orang BMKG. Bika ambon bawaan dari medan di makan bersama.


13107052331087678327
Menatap laut

Kami di jemput kawan-kawan Sitoh sesampai di pelabuhan Balohan. Satu setengah jam penyebrangan yang menyenangkan. Tadi di kapal dengan teropong sudah terlihat jalan yang harus dilewati nanti. Mendaki dan berkelok. Waduh, untung saya kebagian dibonceng, kalau jadi yang mengendara nyemplung ke samudera kayaknya :) .

Sampai di kota, pertama mencari tempat menginap. Sebelumnya Pak Budi, Mualim II KMP BRR berbaik hati menelpon kawannya yang punya home stay jadilah tidak perlu susah payah berkeliling. Dua ratus ribu rupiah/malam, dekat pantai dan kota, penginapan model bangunan Belanda. Wahhhh….benar-benar hari yang menyenangkan!. Kami tidak diminta membayar lebih dulu,melihat KTP atau apa, kelihatannya pak Indra pemilik home stay begitu senang dengan kedatangan kami, kota yang ramah. Setelah memasukkan tas-tas ke kamar,  kami langsung memburu tugu nol kilo meter, sudah hampir pukul 5 sore.

1310705402174309829
Pak Indra di depan rumah

Kiri-kanan hutan dengan jalan aspal mendaki berkelok yang mulus. Di tengah jalan monyet-monyet menyapa. Sesekali terlihat lautan dari kejauhan. Ada bule berlari santai searah kami. Sampai juga. Titik awal pengukuran daratan Indonesia. Nol kilo meter.  Ah, disini rupanya Indonesia bermula. Sayangnya banyak kerusakan di sana-sini, ada juga coretan-coretan tangan jahil. Tidak dengan pylox tapi ini:

13107063772014620567
 
tidak bertanggung jawab!

Apa mereka tidak tahu pentingnya tugu ini :(.  Sementara orang lain kelihatannya lebih menghargai. Bule-bule ini santai mengobrol menunggu matahari terbenam.

1310705522377115043
Menunggu sunset di tugu nol kilometer

Magribh menjelang, kami turun dan sholat di mesjid di gerbang kawasan konservasi desa Iboih. Konon pantainya indah sekali di sini tapi sudah gelap. Sampai lagi di kota. Perut lapar minta diisi, berhenti di kawasan kuliner. Eh, siapa itu? diantara rombongan yang kamera-kamera besarnya menggeletak diatas meja, menunggu pesanan tiba.

Owh.. itu Nadine Chandra Winata artis cantik pecinta laut, dia disini juga. Sayang timnya tidak memberi kesempatan kami berfoto, mau makan dulu katanya tanpa memandang sedikitpun. Padahal sepi saja. Ya sudahlah mbak Nadine, selamat berlibur, ah bekerja mungkin. Kami pindah tempat makan saja. Makan mie kuah di hari yang dingin lebih enak. Suasana  lebih ramai daripada sore kami tiba. Memang begitu kebiasaan penduduk Sabang.Semakin malam makin hidup, kami mengobrol di halaman penginapan.

13107069251567191461

Saya masuk ke dalam tapi terjebak obrolan lagi dengan pak Indra dan putranya hingga pukul setengah dua pagi. Ketika kembali ke kamar Sitoh, Dian dan Ria sudah lelap.

Inilah yang kami jelajahi keesokan harinya:

131070702410536019
Sitoh diatas samudera

Itu adalah pemandangan diatas benteng jepang pantai Anoy itam. Subhanallah!
13107071281570401945
dari kejauhan cottage dan bule-bule yang bersantai dipantai sumur 3

1310707170181123672
Surga di dunia, gratis pula!

13107072451562618536
Beli oleh-oleh di Piyoh

Akhirnya kami kembali ke Balohan siang itu, naik KMP BRR lagi. Tidak sempat ke pantai rubiah yang katanya lebih indah dari pantai-pantai yang sudah kami lihat. Tidak juga ke gapang tempat menyelam para bule yang ingin melihat keindahan terumbu karang. Tapi kami tidak lupa membeli kenang-kenangan pertanda kami pernah ke sini, piyoh nama tempatnya. Kaos, stiker, pin cukuplah. Kami pasti kembali suatu saat. Insya Allah.
Dolok Merangir, 15 Juli 2011
 

    .