Dialog Internet Sehat di Taraweh Terakhir Kami


Saya sumringah demi melihat anak-anak, remaja dan beberapa ibu yang tidak beranjak sehabis sholat tarawih di mesjid kami semalam (13/8). Mereka dengan rapi duduk melingkar dihadapan saya yang masih sibuk mengeluarkan laptop dari tas. Sungguh hati rasanya mau meledak melihat mereka siap menerima apapun yang akan saya sampaikan pengganti tadarus yang sudah rutin mereka lakukan sejak awal pertama ramadan di mesjid Al Abror, mesjid kebanggaan kami warga PT.Bridgestone Sumatera Dolok Merangir, Simalungun.

Dengan mukena dan peci yang masih lekat, dialog internet sehat idkita itu saya mulai dengan ucapan terima kasih dan kejujuran betapa bahagianya saya dengan kehadiran mereka. Ustadz Aan, Imam Mesjid dan Rizqa Ketua Remaja Mesjid yang saya temui beberapa hari sebelumnya sudah memberikan gambaran sedikit pada mereka tentang apa yang akan saya sampaikan. Hingga saya tidak begitu sulit untuk memulai. Saya awali dengan memperkenalkan diri walaupun sebenarnya mereka sudah kenal, karena kami semua adalah warga kompleks perusahaan yang selalu bertemu dalam berbagai kesempatan. Meski tidak hapal nama tapi biasanya kenal wajah.

Makamengalirlah dialog itu dengan menyenangkan. Saya tanyai mereka apakah kenal  dengan internet. Agak ragu mereka, tapi ketika saya tanya siapa yang punya Facebook, hampir semua menunjuk tangan terkecuali para ibu. Haha. Pas!  Saya masuk dari sana. Bertanyajawab seputar aktifitas mereka di jejaring sosial itu. Saya bilang bahwa mereka termasuk ke dalam 42 juta orang Indonesia yang “main fesbuk” saat ini.
Sebagian bocah lelaki dan perempuan yang masih dibawah 10 tahun itu termangu. Saya tanyai  apa aktifitas mereka di sana.Rata-rata mampu menjawab positif. Bahwa mereka bisa mendapatkan beragam informasi, menambah teman dan lainnya. Maka sementara saya simpulkan mereka sebenarnya cukup mengerti manfaat internet.

Lalu saya tanya lagi, apakah mereka pernah mengalami hal yang tidak menyenangkan dalam aktifitas di facebook. Dengan yakin mereka bilang tidak. Tapi ketika saya pancing dengan mencontohkan sms berisi ancaman, mereka mulai ada yang negh. Walaupun lucu-lucu, seorang remaja lelaki usia SMP bilang ia pernah diancam oleh temannya waktu chatting karena dianggap sudah “mengganggu” taksirannya. Semua tertawa termasuk saya.  Lalu saya jelaskan tentang berbagai kejahatan di internet yang merupakan dampak negatif yang harus mereka waspadaai. Satu persatu saya beri contoh dan penjelasan, dibantu dengan sesekali bertanya pengalaman mereka.

Saya cerita tentang cyber bullying, intimidasi di dunia maya yang bisa saja mereka tanpa sadar jadi korban atau sebaliknya mereka adalah pelaku. Beberapa remaja putri tampak berbisik. Saya cerita lagi tentang Sexual Predator yang mungkin bergentayangan, menyamar sebagai teman sebaya mereka. Saya arahkan pada anak-anak SD yang tadi menunjuk tangan paling bersemangat. Mereka terdiam ketika saya mencontohkan kemungkinan yang bisa terjadi jika mereka berinteraksi dengan orang yang tidak dikenal. Sedikit menakut-nakuti dengan bilang bisa saja mereka nanti dijual seperti yang ada di berita kriminal.

Ketika membahas pornografi, saya menunjuk bercanda pada kelompok remaja laki-laki, bilang kalau pasti mereka punya video di HP nya. Mereka senyum-senyum menunduk malu sambil menyenggol satu sama lain.  Salah seorang bilang kalau sebenarnya ia kadang tidak sengaja masuk ke situs dewasa, karena pas di warnet ada pengunjung lain yang meninggalkan begitu saja halaman tersebut tanpa log out.  Saya tertawa karena ia bisa menyebutkan berbagai situs dewasa yang menurutnya tidak sengaja ia buka itu, saya candai “itu ga sengaja apa diketik sendiri?”. Ia tersipu malu.

Ini bagian yang agak sulit. Saya sedikit skeptis bahwa remaja yang sedang dalam masa pertumbuhan bisa di beri nasehat semisal ” situs tersebut belum diperuntukkan untuk usiamu, suatu saat ada masanya hingga kamu bisa menerim dengan lebih matang, segala sesuatu yang belum pada waktunya pasti berdampak buruk pada diri kita”. Tapi ya itu yang saya sampaikan. Saya bilang, kalau di warnet dia sendirilah sebagai penentu, karena tidak ada yang tahu. Dia dan kawan-kawannya mengangguk-angguk. Ketua remaja Mesjid menanyakan situs-situs yang aman tapi menyenangkan yang bisa diakses oleh anak dan remaja. Saya menjanjikan akan mencarikan info untuk ini.

Setelah komplit menjelaskan berbagai dampak negatif internet yang mungkin mengancam mereka, saya masuk pada kiat yang harus mereka ingat saat berinternet. Bahwa mereka harus berfikir dahulu sebelum bersikap, bertindak meresponi segala sesuatu yang mereka temui di dunia maya (think before act). Juga berfikir sebelum meng klik apapun yang terlihat menggoda (think before click) padahal sebenarnya mungkin penipuan, membawa virus perusak sistem komputer mereka dan kemungkinan lain. Terakhir tentang think before post, saya bilang postinglah yang baik-baik saja karena apa yang kita masukkan ke internet akan berada di sana selamanya.  Sebagian memasang tampang ngeri waktu saya bilang bahwa meskipun sudah dihapus masih ada kemungkinan apa-apa yang sudah mereka kirimkan tersimpan, lalu suatu hari tiba-tiba muncul tanpa mereka duga.

Beberapa ibu mengeluhkan bagaimana mereka merasa sangat ingin memantau anak-anak tapi terkendala karena ketidaktahuan mereka pada cara penggunaan teknologi ini. Saya menguatkan bahwa mereka bisa kok belajar, bahwa sebenarnya tidak sulit dan jika ada kesempatan lain saya bersedia mengajarkan. Tapi yang terpenting bahwa para orang tua harus selalu  melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada anak mereka. Tidak ada beranjak hingga akhir, sekali lagi saya senang dan lega sekali. Lebih optimis bahwa banyak yang bisa dilakukan untuk sekitar kita.

Terakhir tidak lupa saya kembali memperkenalkan kompasiana sebagai alternatif untuk aktifitas positif di internet. Saya sampaikan tentang kompasianer yang sukses menerbitkan buku hanya dengan menulis hal kehidupan keseharian mereka. Kami akhiri dialog menyenangkan di taraweh terakhir saya di Al Abror  itu dengan foto bersama, termasuk ustadz dan Bapak-bapak yang ternyata juga ikut mencuri dengar obrolan kami malam itu.  Pagi ini saya mudik dengan perasaan lega, dengan sejumput harapan yang masih meraba-raba tentang hal besar yang bisa kami lakukan setelah dialog di Al Abror itu.




Padang 14 Agustus 2012

Tidak ada komentar :

Posting Komentar