Banda Aceh Kota Pertama Dalam Hidup Saya

Kalau ditanya kota apa yang paling bersejarah bagi hidup saya, maka saya akan jawab lantang BANDA ACEH!!! Bagaimana tidak, kota ini adalah rantauan pertama saya, hingga akhirnya "candu" untuk berpindah-pindah hingga saat ini.

Saya menjejakkan kaki di kota ini pada tahun 1987, saat masih kelas 1 SD. Mengikuti kakak saya yang nomer dua. Ia pindah ke Banda Aceh setelah menikah, mengikuti suaminya yang tengah ditugaskan di sini.
Karena jarak umur saya yang sangat jauh dengannya maka sedari kecil saya sudah seperti anaknya. Kemana-mana dia selalu gendong saya. ia bisa main berlarian dengan kawan-kawannya dengan saya dalam dipundaknya, begitu ia cerita. Setelah beberapa tahun menikah ia belum kunjung memperoleh momongan, maka waktu kami semua berkumpul ke Jakarta untuk menghadiri pernikahan "elok", kakak sepupu perempuan saya satu-satunya, saya langsung diboyong. Saya dan ibu berpisah di Padang.

Maka sejak hari itu saya jadi orang Banda Aceh. Sekolah di salah satu SD unggul (SDN 9) yang lokasinya paling  dekat dengan asrama kami. Saya dan kawan-kawan biasanya jalan kaki, lewat kampung-kampung kecil di sekitar.Tiba musim jambu, kami berhenti, membeli sekantong dua kantong lalu memakannya hingga sampai di rumah sepulang sekolah. Saya paling hobi moteki lidah buaya di samping sebuah rumah. Gemes melihat daun yang besar dan segar, langsung dioles ke rambut (maka rambut saya hitam alami sampai sekarang heheh).

Masa berganti, kami pindah ke Padang tahun 1995. Kakak saya yang sudah punya satu gadis kecil memutuskan kembali karena situasi Aceh yang tidak aman karena konflik. Saya padahal hampir ujian kelulusan SMP. Lagi seru-serunya jadi abege. Punya banyak sahabat menyenangkan. Banyak prestasi dan kegiatan di sekolah. Sungguh hidup yang luar biasa. Saya diantar hingga ke terminal bus oleh Anita sahabat karib saya. Sebelumnya sahabat-sahabat yang lain mengadakan acara perpisahan yang mengharukan. Banyak hadiah, guru-guru yang saya sayangi juga hadir.   Tapi apa mau di kata. Bertahun-tahun saya selalu berharap bisa kembali ke Banda Aceh.

Tahun berlalu. Kuliah di Padang lalu cari kerja ke Jakarta. Dapat kerjaan di Kalimantan Selatan  hingga lalu pindah ke Sumatera Utara. Artinya Aceh di depan mata!! Saya menyesali tidak berbuat apa-apa (selain hanya menyumbangkan beberapa pakaian) di tahun 2004, saat tsunami menghancurkan semua kenangan saya selama 8 tahun di sana. Saya hanya dengar dari beberapa kenalan dan saudara yang masih di sana, bahwa semua sudah tidak sama.Hasrat makin besar untuk datang dan bertemu dengan siapa pun di masa lalu yang mungkin masih ingat, masih ada.

Hingga waktu itu tiba...

SDN 9 sekarang, sebelumnya adalah bangunan peninggalan Belanda, kokoh sekali padahal tapi apa yang tidak luluh lantak kalau Tuhan berkehendak.


                                             

                                               (ketemu dengan guru-guru SD saya) 

Saya datang ke rumah Anita, ia syahid bersama suami dan anak-anaknya oleh tsunami. Ini adalah rumah baru, dulu tiap sore saya ke sini. Manjat pohon jambu yang tumbuh di depan, mendekam di kamar berdua sambil curhat, dengar radio, ke dapur bikin nasi goreng, lalu ujung-ujungnya saya nginap, kalau gak dijemput gak pulang-pulang eheheh...




(inong, kiki, fira, ka ita..genk masa SMP)

Hal lain yang selalu bikin ingin kembali adalah pantai-pantai indah yang selalu kami kunjungi sehabis bagi rapor kenaikan kelas atau menjelang puasa ramadhan.Lampuuk, lhok Nga, Ujung Batee. Ulheu-Lheue pantai yang menghiasi hari selama SMP. Dekat sekali dari sekolah. Saya dan Anita biasa ke sini, hari Minggu. Rumah Inong di pinggir pantai, maka kami bertiga kelayapan hingga pulau-pulau kecil, menyebrang berjalan kaki. Mengutip karang atau kerang. Ya ampunn..indah sekali kalau diingat ya...
Pantai lampuuk
siapa yang tidak ingin kembali
Sekarang ulheue-lheue makin ramai tapi sudah tidak saya kenali..














Mematri  kenangan  saat kembali 3 tahun lalu....


Dolok Merangir, 24 November 2012.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar