Sebuah Hikmah dari Bandara Polonia Ramadhan Tahun Lalu


Tadinya saya sudah duduk tenang di ruang tunggu bandara polonia. Berangkat masih satu jam lagi. Tapi alam memanggil saya tergesa ke toilet, pipis. Masih di dalam saya melihat ke jam tangan, ternyata sudah mau masuk dzuhur ya sudah sekalian wudhu saja biar seger. Melihat ke wastafel di luar tidak ada siapa-siapa. Maka berwudhu saja di situ. Saat akan membasuh kaki kiri tiba-tiba si mbak cleaning service masuk dan melihat saya. Ia menegur halus “Mbak wudhunya diluar saja, disana” katanya sambil menunjuk ke deretan kran yang tadi tidak sempat terperhatikan. Saya terkekeh,” tanggung  Mbak”. Si mbak CS senyum saja. Tadi kami sudah sempat saling saling sapa waktu saya terlihat bingung membedakan toilet perempuan dan laki-laki.

Tapi tiba-tiba seorang perempuan yang baru masuk nyeletuk ” Gimana mau maju kala
 u seenaknya aja”. Kaget saya melihat ke arah datangnya suara, perempuan keturunan berbadan gempal dengan baju tanpa lengan diatas lutut dan rambut di cat. “Maaf mbak, tapi mbak itu (menunjuk mbak CS) gak apa -apa kok” jawab saya. Tapi ia meneruskan celetukannya “Iya apa anda ga liat dia jadi harus mengepel lagi, ga menghargai orang!”. Orang-orang mulai ramai waktu dzhuhur sudah masuk. “Memangnya anda ga tau arti wastafel!” dia bicara lagi. Perasaan saya mulai tidak enak. Ini orang apa maunya sih. Ok, saya salah dan sudah ditegur si mbak CS. ” Ok Mbak nanti saya pel lagi, saya tadi tidak liat tempat wudhu di luar” kata saya. Lantai tidak terlihat begitu basah sebenarnya.

Tapi ternyata belum puas dia mengatai-ngatai saya, “Berarti ga pernah naik pesawat, bandara dimana aja pasti ada tempat wudhu” katanya pedas. Ya Allah, kesabaran saya habis juga ” Mbak apa urusan anda, bukan saya yang sombong anda yang sombong!”. Dia meradang.Saya dikutuknya dalam Bahasa Inggris. Mungkin tampang saya mirip TKW jadi dia berlagak. Saya balas dengan  Inggris juga, dia kaget, histeris. Saya yang bingung. Ini orang mabuk apa. Saya tahan malu pada orang-orang yang melongok ke toilet. Si mbak CS menyabarkan,”Sabar mbak, kita puasa” katanya. Saya menarik nafas. Jilbab di wajah saya belum terpakai rapi. Saya bertahan. Tidak akan keluar duluan. Saya tatap saja dia yang sibuk memoles gincu. Dia nyerocos lagi dan saya sudah tak bersabar, ”Anda keluar atau saya panggil keamanan!” (sok kuasa banget saya waktu itu haha..ha). Mungkin karena sudah selesai berdandan akhirnya dia berlalu sambil ngedumel tak jelas dan menegur sok ramah pada si mbak CS.

Saya ke ruang sholat sambil menggeleng-gelengkan kepala mengingat yang terjadi barusan. Ingin menangis rasanya. Berfikir pasti ada maksud dari kejadian ini. Selesai sholat saya keluar mushola disambut si mbak CS. Air mata saya menitik waktu melihat dia. Dia merangkul saya ” Udah mbak ga apa-apa kayaknya dia itu habis mabuk” katanya. Saya minta maaf pada mbak CS karena pekerjaannya terganggu gara-gara kejadian tadi. Saya ingat belum mengeluarkan 2,5% dari gaji bulan ini, mbak ini pantas menerimanya. Sebenarnya tadi waktu bertemu di depan toilet saya sudah terkesan padanya. Dia ramah sekali, menyerahkan sendal jepit sebagai ganti sepatu untuk ke toilet. Dia menolak pemberian saya. Saya bilang ini jadi awal silaturahmi kami. Panggilan boarding Garuda pun terdengar, tak sempat lagi bicara banyak dengan mbak CS.

Beberapa bulan setelah itu saya ke polonia lagi. Berangkat di jam yang hampir sama dengan ramadhan lalu. Saya sengaja ke toilet mencari si mbak CS (ah, saya bahkan tidak tanya namanya). Tapi tidak bertemu. Saya tanya pada yang saat itu bertugas. Ternyata si mbak CS saya masuk shift sebelumnya. Saya lalu ngobrol dengan mbak ini, tanya-tanya tentang si mbak CS. Alangkah kagetnya ketika tahu bahwa dia orang minang sama seperti saya. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun lalu karena kecelakaan meninggalkan dua anak yang masih kecil. Ia bekerja sendiri untuk membiayai anak-anaknya. Subhanallah. Saya ingin bertemu mbak CS lagi.

Alhamdulillah pada perjalanan bulan berikutnya saya bertemu si mbak CS masih di toilet yang sama. Ia kelihatan lebih berisi. Saya menyapa dan tanya apa masih ingat saya. Ia kaget sesaat dan tertawa mungkin terbayang kejadian kami tempo hari. Kami berangkulan, dia mengajak saya ke ruang lain semacam tempat istirahat. Saya waktu itu kelaparan belum sempat makan siang, memegang kantong plastik hitam berisi nasi padang.

Ia menyilakan menggunakan ruang itu sementara ia melanjutkan pekerjaan. Istimewa sekali rasanya. Di depan ruang sholat kami ngobrol setelah itu. Ia bercerita, saya terharu seperti melihat kakak sendiri. Ia bilang sudah lama tidak pulang ke Bukit Tinggi kampungnya karena penghasilannya hanya cukup untuk biaya sehari-hari. Saya tanya kenapa tidak menikah lagi. Ia tidak mau, takut suaminya nanti tidak sayang pada anak-anaknya. Ah, mudah-mudahan Allah melindungi Uni saya ini dan keluarganya.

Rabu depan Insya Allah ramadhan ke 2 saya akan ke bandara polonia lagi berharap bertemu dengan si Uni lagi.


Dolok Merangir, 29 Juli 2011

Tidak ada komentar :

Posting Komentar