Ke Danau Toba Pasti Kan Kembali

Berkunjung ke danau Toba adalah satu tawaran yang selalu sulit untuk ditolak. Hampir 6 tahun saya berdomisili di dolok (dusun) yang letaknya hanya satu setengah jam darinya, nyaris tiap tahun saya ke sana. Entah untuk menemani kawan atau bos sewaktu bekerja di Kalsel dulu, atau mengajak keluarga yang kebetulan sedang menjenguk saya yang tinggal sendiri di sini. Saya jatuh cinta pada danau Toba pertama kali pada masa masih mahasiswa, tahun milenium, 2000( kalau tidak salah ingat). Berkenalan pada suatu pagi yang berkabut, menyaksikan matahari yang terbit perlahan bersama para aktivis belia utusan beberapa kampus fakultas pertanian Indonesia. Lalu tanaman karet (Hevea brasiliensis) membawa saya lagi ke sini. Berulang kali.



Ritual dipinggir danau: makan bersama, berenang, mengayuh bebek air atau sekedar merendam kaki. Setelahnya menyebrang ke Samosir dengan membayar 20.000 rupiah untuk jasa kapal. Maka temukan,



pedesaan mengitari Toba, ramai-damai saja tampaknya. Keramba ikan mas, mujair ...rizki tersedia di mana-mana.


batu gantung, legenda kasih tak sampai seorang gadis yang juga jadi muasal nama Parapat (baca di sini,) tempat danau Toba berada.





bocah-bocah yang akan meloncat dan menyelam penuh semangat, menemukan koin-koin rupiah yang anda lempar. "Lempar uang lima ribu lah Kak", begitu maunya.

            Tuk-tuk, desa yang masih misterius buat saya, nanti tahun depan akan saya jelajahi.



Tomok, desa shopping. Seratus lima puluh ribu rupiah untuk krai cantik dari kerang, dompet henpon dan ikat pinggang manik-manik aneka warna, kain pantai, juga jilbab, minus ikan asin hehe..

Dan pasti datang kembali....


Dolok Merangir, 20 Desember 2012





Tidak ada komentar :

Posting Komentar